Rabu, 23 Januari 2008

Para Pakar dari Dunia Serangga

Para Pakar dari Dunia Serangga

HARUN YAHYA


Sistem pertahanan diri, perkembangbiakan dan berburu yang sangat rumit dari serangga, yang merupakan salah satu dari binatang jenis ini, menunjukkan bahwa semua sistem ini diciptakan oleh Pencipta yang Maha Bijaksana dan Maha Agung. Desain mengagumkan pada serangga adalah bukti keberadaan Allah dan ciptaan-Nya yang sempurna. Setiap manusia yang berpikir dengan hati jernih dan akal yang bebas prasangka akan mampu melihat fakta yang jelas ini.

Dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan-Nya bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Yuunus, 10:6)

Berlimpahnya jumlah serangga ini sungguh menakjubkan. Untuk setiap manusia di bumi, terdapat 200 juta serangga, ini setara dengan 10 juta serangga per kilometer persegi. Terdapat 30 juta jenis serangga, banyak diantaranya bahkan belum diberi nama.

Kumbang Pembom: Pakar Senjata Kimia

Bombardier beetle atau ‘Kumbang Pembom’ adalah serangga yang telah dijadikan obyek bagi sejumlah besar penelitian. Yang menjadikan serangga ini begitu populer adalah senjata kimia yang sangat canggih dalam tubuhnya yang memiliki panjang sekitar 2 sentimeter. Ketika merasa terancam oleh binatang kecil lain, larutan panas mendidih dan pedih terbentuk dalam tubuhnya. Kemudian serangga ini menyemprotkan zat kimia tersebut ke arah musuh melalui lubang di bagian belakang tubuhnya. Ketika menghalau musuh dengan cara ini, kumbang pembom sendiri tidak memahami betapa menakjubkan perilaku yang ia tunjukkan. Senjata kimia ini adalah hasil reaksi kimia berantai sangat rumit yang terjadi dalam tubuh serangga tersebut.

Sejumlah organ khusus yang disebut kantung sekresi, menghasilkan cairan sangat pekat yang merupakan campuran dua zat kimia, yaitu hidrogen peroksida dan hidroquinon. Campuran ini lalu ditempatkan pada bilik penyimpanan yang disebut dengan collecting vesicle atau kantung pengumpul. Kantung pengumpul ini dihubungkan dengan ruangan yang kedua yang dinamakan bilik ledakan.

Ketika kumbang merasakan bahaya, ia menegangkan otot-otot di sekeliling bilik penyimpanan tersebut dan bilik ini tiba-tiba berkontraksi. Secara bersamaan, saluran yang menghubungkan bilik penyimpanan dengan bilik ledakan terbuka. Sehingga larutan kimia terdorong dan memasuki bilik ledakan. Segera setelah itu, saluran bilik ledakan menutup. Ketika larutan kimia ini bercampur dengan katalis enzim yang dikeluarkan oleh kelenjar ektodermal yang menempel pada bilik ledakan, reaksi berantai terjadi. Reaksi-reaksi ini menghasilkan panas dalam jumlah besar, sehingga suhu larutan naik hingga mencapai titik didih. Otot-otot di sekeliling pipa yang mengarah keluar dari tubuh kumbang, memungkinkan semburan uap untuk diarahkan ke sumber bahaya tersebut. Dan kumbang membakar musuhnya dengan menyemprotkan cairan yang dihasilkannya ke arah si musuh. Senjata kimia yang sangat ampuh untuk mengusir musuh ini tidak berbahaya bagi serangga tersebut, sebab bagian tubuh kumbang yang menghasilkan zat kimia ini dilapisi dengan bahan anti-panas.

Sistem mengagumkan yang “mengejutkan” banyak ilmuwan ini harus terbentuk pada saat yang bersamaan dan sudah lengkap, sebagaimana jutaan sistem serupa di alam. Satu saja dari bagiannya hilang, maka sistem tersebut tidak akan bekerja dan makhluk kecil ini akan punah dari bumi. Setiap tahapan dari mekanisme pertahanan diri serangga ini, dikendalikan oleh kecerdasan yang luar biasa. Kumbang pembom, sebagaimana milyaran makhluk hidup lainnya, adalah satu contoh ciptaan luar biasa dan tiada tara dari Allah Yang Maha Tahu dan Maha Kuasa. Allah berfirman dalam Alqur'an.

Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini. (QS. Al-Jaatsiyah, 45: 4)

Kumbang Kura-Kura: Mirip Alat Pengisap

Satu lagi serangga dengan desain mengagumkan adalah kumbang kura-kura. Meskipun lebih kecil dari si kumbang mungil ladybird, ia memiliki kaki besar dibandingkan ukuran tubuhnya. Pertahanan diri serangga ini mengandalkan kaki dan tempurungnya. Ketika terancam musuh, serangga ini menarik antena dan kakinya ke dalam temperung dan menempel erat pada permukaan, mirip sebuah alat pengisap. Bagian dalam tempurung dirangcang agar dapat menyimpan antena dan kaki yang ditarik masuk ke dalam. Bentuk seperti ini menjadikan tubuhnya mustahil untuk dibolak-balikkan.

Semut yang berusaha membalikkan tubuh serangga ini, hendak melukai jaringan lunak yang ada di bagian bawah tempurung. Tetapi, semut tidak mampu membalikkan tubuh kumbang karena sistem pertahanannya. Meskipun ukurannya lebih besar, semut akhirnya menyerah kurang dari satu menit setelah kerja kerasnya.

Ketika desain canggih serangga ini diamati melalui mikroskop, kaki-kakinya nampak memiliki 60 ribu rambut. Ketika dilihat melalui mikroskop elektron, rambut-rambut ini terlihat bercabang dua membentuk garpu dan memiliki telapak sepon lunak pada ujung-ujungnya. Pengamatan lebih dekat pada permukaan tempat mereka menempel, tampak ada bekas-bekas minyak berbentuk ribuan butiran. Minyak yang dihasilkan dalam kelenjar pada akar rambut tersebut mengalir melalui pembuluh-pembuluh sempit, dan dari sini mengalir ke ujung rambut sehingga membasahi jaringan sepon. Alasan mengapa tubuh serangga ini tidak dapat dibalikkan musuhnya adalah karena rambut-rambut ini menempel erat pada permukaan seperti alat pengisap.

Terdapat keistimewaan sempurna pada binatang ini, dari bentuk tempurung hingga desain rambutnya, dari kelenjar minyak hingga pembuluh tempat minyak mengalir. Kesempurnaan dan kerapian pada penciptaan kumbang ini, mustahil dijelaskan dengan serangkaian peristiwa kebetulan sebagaimana anggapan teori evolusi. Peristiwa kebetulan tidak mampu memunculkan sejumlah mekanisme sempurna ini secara bersamaan. Manusia, dengan akal dan ilmunya, tidak akan percaya bahwa peristiwa kebetulan memunculkan desain ini.

Keberadaan sistem sempurna ini adalah perwujudan Ilmu Maha Luas dari Sang Pencipta. Allah, Penguasa Seluruh Alam, adalah Pencipta segala sesuatu. Dan seluruh makhluk hidup memperlihatkan tanda-tanda penciptaan sempurna oleh Allah.

Kunang-kunang: Pakar Lampu Berpendar

Kunang-kunang dilengkapi dengan sistem yang menakjubkan. Serangga ini memiliki organ dalam tubuhnya yang memancarkan cahaya berpendar. Cahaya ini sangat penting bagi kelestarian jenisnya, sebab kunang-kunang betina dan jantan mengenali jenis kelamin masing-masing berdasarkan cahaya mereka.

Organ berpendar pada kunang-kunang terdiri atas tiga lapisan, persis seperti lampu depan mobil. Sel-sel yang menghasilkan cahaya berada pada lapisan paling bawah. Sel-sel ini bertugas menghasilkan zat yang mudah terbakar. Zat ini bereaksi dengan oksigen di bawah kendali sebuah enzim. Akibat reaksi kimia ini, cahaya berpendar yang proses pembuatannya mirip seperti pada pabrik ini, pertama-tama diteruskan ke lapisan cekung terdekat, dan kemudian ke lapisan transparan bagian atas di mana cahaya ini dipantulkan.

Kualitas sempurna dan tingkat produktifitas 98% dari cahaya berpendar ini mengejutkan para ilmuwan yang meneliti kunang-kunang. Bola lampu yang digunakan manusia untuk penerangan hanya mampu mengubah 5% dari energi yang diterimanya menjadi cahaya, sedangkan 95% sisanya terbuang dalam bentuk panas. Karena 95% panas yang dihasilkan inilah kita tidak tahan menyentuh bola lampu yang sedang menyala. Meskipun kunang-kunang menghasilkan cahaya hampir 20 kali lebih besar dari bola lampu, suhu kunang-kunang tidak naik karena sifat dingin cahaya mereka. Manusia hanya mampu membuat cahaya dingin di laboratorium setelah melakukan serangkaian reaksi kimia.
Jelas tidak masuk akal untuk mengatakan bahwa sistem pencahayaan rumit ini telah dirancang dan kemudian ditempatkan dalam tubuh serangga mungil ini dengan sendirinya.

Kesempurnaan dalam tubuh kunang-kunang memperlihatkannya sebagai hasil dari hikmah yang agung and ilmu yang tak terbatas. Allah menciptakan semua jenis makhluk hidup dengan cirinya masing-masing dan; melalui semua ini, memperlihatkan kepada kita Kekuasaan-Nya Yang Kekal. Dalam sebuah ayat Alqur'an, manusia diperintah agar memikirkan kenyataan ini:.

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya. (QS. Asy-Syuuraa, 42:29)
sumber: http://www.harunyahya.com/indo/artikel/037.htm

Phylum Mollusca

Phylum Mollusca



Tylodina fungina , class Gastropoda, phylum Mollusca, modified from McFarland, 1966.
The molluscs rival the arthropods in their diversity of body forms and sizes, as well as their ecological success. The phylum also provides some of the most familiar animals, such as snails , clams , mussels , squids , and octopus (which, like the arthropods , are well known because they're good to eat). The phylum Mollusca also includes lesser known forms such as the chitons , tusk shells, solenogasters , among others. Approximately 50,000 species of Molluscs have been described, and because of the shelled forms they have left a rich fossil record. However, the earliest molluscs probably arose in the Precambrian , and nothing is known about what they were like.

Systematic summary for the phylum Mollusca :
  • Class Gastropoda ( snails, sea slugs)
  • Class Pelecypoda (=Bivalvia: clams, mussels, oysters, scallops)
  • Class Cephalopoda (squids, octopus, nautilus, cuttlefish)
  • Class Aplacophora
  • Class Monoplacophora
  • Class Polyplacophora (chitons)
  • Class Scaphopoda (tusk shells)
  • Class Caudofoveata
CLASSES OF MOLLUSCS
Class Gastropoda



Hermissenda crassicornis , Nudibranch (sea slug),class Gastropoda , Order Nudibranchia , from McFarland, 1966.
Most of the approximately 40,000 living species of gastropods have shells, however there are quite a few groups that have either reduced or internal shells, or no shell at all. Shelled forms are generally called "snails " and forms without shells are called "slugs", however the terrestrial slugs are not closely related to the various marine forms that are without shells. Although most Gastropods are marine, there are numerous forms in both freshwater and terrestrial environments.
Class Pelecypoda (=Bivalvia )


Scallop , Pecten sp., class Pelecypoda , Pratt, 1923.
The bivalves include forms such as clams , mussels , scallops , oysters , as well as many less familiar forms. Bivalves are laterally compressed animals, with two shell "valves " that are hinged on the animal's dorsal surface. The approximately 8,000 living species of bivalves are mostly marine, but there are many freshwater species as well (however, no terrestrial ones). Bivalves are found in just about every marine environment, from the intertidal zone to the deepest marine habitats. Most bivalves are suspension feeders, filtering small organisms and organic particles from the water (such as bacteria , phytoplankton , zooplankton , and nonliving organic detritus ).
Class Cephalopoda



Squid , Ommastrephes sp., class Cephalopoda , from Halstead , 1965.
Cephalopods , which include the familiar squids and octopus , include species which are the largest known invertebrates (giant squid , up to 20 meters long, including tentacles), the most intelligent, and the fastest swimming aquatic invertebrates (squid ). There are also forms with external shells (nautilus ), and internal hard shells (cuttlefish ). Most of the approximately 650 living species of Cephalopods are active swimmers, however most species of octopus have secondarily assumed a benthic existence.

Cephalopods have a closed circulatory system, an adaptation to their active lifestyle, as opposed to the open circulatory system found in other molluscs . Squid in particular are often very abundant in pelagic marine environments, where they are voracious predators of many organisms, especially fish. In return, they are also the major prey item of many fish and some marine mammal species.
Class Aplacophora
The class Aplacophora (animals also known as Solenogasters ) consists mostly of small worm-like molluscs that live symbiotically (or feed upon) cnidarians . They have no shell, eyes, or tentacles. There are about 250 described species, usually found in deeper waters (over 200 meters depth), where they are sometimes quite abundant.
Class Monoplacophora


Monoplacophoran , ventral view, from BIODIDAC , Univ. of Ottowa
Living members of the class Monoplacophora were first discovered in 1952, and presently the class consists of only 11 described living species, all of which live in deep sea environments. Monoplacophorans have a single cap-like shell, so they superficially resemble limpets . However, they possess many primitive features, and studies of their internal anatomy (they were previously known only from fossils ) have provided much fuel for debates about molluscan evolution.
Class Polyplacophora



Chiton , Nuttalina californica , class Polyplacophora , from Pratt, 1923.
The Polyplacophora , commonly known as chitons , have seven or eight dorsal shell plates (although they may be covered mostly or entirely by soft tissue in some species). The approximately 600 described species are generally flattened and elongated animals that are typically found in the intertidal zone grazing on epibenthic algae . However, a few deep sea species have been described.
Class Scaphopoda


Tusk shell, Dentalium sp., class Scaphopoda , from Pratt, 1923.
The Scaphopoda (tusk shells) have a tapered, tubular shell that is open at both ends, superficially resembling the tusk of some mammals . The approximately 350 described species are all marine forms, usually between 3 and 6 cm. long (the maximum size of a living species is 15 cm.). Scaphopods lie buried in soft sediments (usually sand), in shallow to moderately deep water (usually less than 2,000 meters deep), the larger end of the shell (containing the head and foot) facing downward, and with the smaller aperture projecting above the surface. The mouth area is surrounded by tentacles bearing adhesive knobs, which capture small organisms such as foraminiferans .
Class Caudofoveata
There are only about 70 described living species of this class, which are small, worm-like molluscs that live buried head down in the sea floor. Relatively little is known about them.



REFERENCES :

Barnes, 1980
Brusca & Brusca, 1990
Barnes, Calow, and Olive, 1993
Meglitsch & Schram, 1991
Pratt, 1923.
Tomiyama et. al., 1970
sumber: http://www.meer.org/M30.htm

Selasa, 08 Januari 2008

1. Fraksionasi sel

Merupakan suatu cara untuk memisahkan sel menjadi bagian-bagian, memisahkan organel-organel utama sehingga fungsinya masing-masing dapat dipelajari. Alat yang digunakan untuk memfraksionasi sel ini adalah sentrifuge, sejenis komidi putar untuk tabung reaksi yang mampu berputar pada berbagai kecepatan. Mesin yang paling canggih, yang disebut ultra sentrifuge, dapat berputar secepat 80.000 putaran per menit (rpm) dan memberikan gaya pada partikel-partikel hingga 500.000 kali gaya gravitasi (500.000 g).

Pada gambar di atas sel yang dihancurkan disentrifuge pada berbagai kecepatan dan jangka waktu yang berbeda untuk mengisolasi komponen-komponen yang ukurannya berbeda. Proses ini dimulai dengan homogenisasi, pengacauan jaringan dan selnya dengan bantuan peralatan seperti blender dapur atau peralatan ultrasuara. Homogenate campuran organel-organel yang mirip sup, sedikit membrane dan molekul-molekul dari sel yang rusak, kemudian difraksionasi dengan serangkaian pemutaran dalam suatu alat sentrifuge. Setelah masing-masing tahap sentrifugasi, bagian yang tidak membentuk pelet, atau supernatant, dituang dan disentrifugasi lagi, dengan kecerpatan yang lebih tinggi. Dengan menentukan fraksi-frasi sel mana yang berkaitan dengan proses metabolisme tertentu, fungsinya bisa dikaitkan dengan organel-organel tertentu.

2. Mengapa sebagian besar sel berukuran mikroskopik ?

Berdasarkan gambar di bawah ini diperlihatkan bahwa kebutuhan akan metabolisme memberikan batas atau ukuran yang praktis untuk suatu sel tunggal. Begitu suatu objek dengan bentuk tertentu bertambah ukuran, volumenya berkembang lebih cepat dari pada luas permukaannya. (Luas sebanding dengan kuadrat dimensi linier, sementara volume sebanding dengan pangkat tiga dimensi liniernya). Dengan demikian untuk objek yang berbentuk sama, semakin kecil objeknya, semakin kecil perbandingan luas permukaan terhadap volumenya.




(a) Dalam sembarangan suatu panjang, sel kecil ini berukuran 1 pada setiap sisi. Kita kemudian dapat menghitung luas permukaan sel, volume dan rasio luas permukaan terhadap volume.

(b) Begitu ukuran sel naik ke 5 satuan panjang untuk tiap sisi, rasio luas permukaan terhadap volume akan berkurang jika disbandingkan dengan sel yang lebih kecil. Laju pertukaran kimiawi dengan lingkungan ekstraseluler mungkin saja tak cukup untuk memelihara sel karena sebagian besar sitoplasmanya relative jauh dari membrane luar.

(c) Dengan membagi sel besar menjadi banyak sel yang lebih kecil, kita mendapatkan rasio luas-permukaan terhadap volume yang dapat memenuhi kebutuhan setiap sel untuk memperoleh nutrient dan mengeluarkan produk limbah. Hubungan geometric ini menjelaskan mengapa sebagian besar sel itu berukuran mikroskopik, dan mengapa mikroorganisme yang lebih besar umumnya tidak memiliki sel yang lebih besar dari pada organisme yang lebih kecil, tetapi organisme yang besar tersebut mempunyai lebih banyak sel.

3. Sel Tumbuhan




1) Sitoplasma, adalah cairan yang terdapat di dalam sel dan di luar inti sel. Yaitu sebagai tempat berlangsungnya metabolisme seperti respirasi sel (glokolisis).

2) Plastida adalah bagian dari sel yang bisa ditemui pada alga dan tumbuhan (Kingdom Plantae). Plastida berperan dalam fotosintesis.

3) Vakuola yang besar (dikelilingi membran, disebut tonoplas, yang menjaga turgor sel dan mengontrol pergerakan molekul di antara sitosol dan getah.

4) Dinding sel yang tersusun atas selulosa dan protein, dalam banyak kasus lignin, dan disimpan oleh protoplasma di luar membran sel. Ini berbeda dengan dinding sel fungi, yang dibuat dari kitin, dan prokariotik, yang dibuat dari peptidoglikan.

5) Plasmodesmata, merupakan pori-pori penghubung pada dinding sel memungkinkan setiap sel tumbuhan berkomunikasi dengan sel berdekatan lainnya. Ini berbeda dari jaringan hifa yang digunakan oleh fungi

6) Mitokondria adalah tempat di mana fungsi respirasi pada makhluk hidup berlangsung. Respirasi merupakan proses perombakan atau katabolisme untuk menghasilkan energi atau tenaga bagi berlangsungnya proses hidup. Dengan demikian, mitokondria adalah "pembangkit tenaga" bagi sel.

7) Ribosom ialah organel kecil dan padat dalam sel yang berfungsi sebagai tempat sintesis protein

8) RE halus berfungsi dalam berbagai macam-macam proses metabolisme, termasuk sintesis lipid, metabolisme karbohidrat, dan menawarkan obat dan racun.

9) RE kasar, tampak kasar karena ribosom menonjol dipermukaan sitoplasmik membrane. Oleh karena itu fungsi sebagai tempet sintesis protein

10) Badan golgi, berfungsi untuk menambahkan glikosilat pada protein dan untuk sekresi

4. Transpor sel

Pengangkutan molekul-molekul zat di dalam sel melalui membrane plasma dapat berlangsung secara transportasi aktif dan transportasi pasif.

1) Transpor Aktif

Protein transport → membrane sel bersifat permeable terhadap ion dan molekul polar spesifik. Substansi hidrofilik menghindari kontak dengan byilayer lipid dengan lewat melalui protein transport yang membentang membrane. Sejumlah protein transpor berfungsi karena memilikisaluran hidrofilik yang digunakan oleh molekul tertentu sebagai saluran untuk melewati membrane. Protein transpor lain mengikat senyawa yang dibawanya dan secara fisik menggerakkannya dan melintasi membrane.

Dari gambar di atas protein yang membentang membrane mungkin memberikan suatu saluran hidrofilik melintasi membrane yang bersifat selektif untuk zat terlarut tertentu. Beberapa protein transport menghidrolisis ATP sebagai sumber energi untuk memompa bahan melintasi membrane tersebut secara aktif.

2) Transpor pasif

a) Difusi

Dari gambar di samping (1) suatu zat akan berdifusi dari tempat yang lebih pekat ke tempat yang kurang pekat. Membrane, tampak di sini dalam sayatan melintang, memiliki pori yang cukup besar sehingga molekul pewarna dapat melintasinya. Difusi menuruni gradient konsentrasi menyebabkan kesetimbangan dinamik; molekul zat terlarut terus melintasi membrane, tetapi pada laju yang sama dalam ke dua arah. (2) dalam kasus ini, larutan dua zat pewarna yang berbeda dipisahkan oleh membrane yang permeable terhadap kedua zat tersebut. Setiap zat pewarna tersebut berdifusi menuruni gradient konsentrasinya sendiri. Akan terdapat selisih difusi zat pewarna hijau kea rah kiri, sekalipun konsentrasi zat terlarut total pada awalnya lebih tinggi pada sisi kiri.

b) Osmosis

Pada gambar di samping dua larutan gula yang berbeda konsentrasinya dipisahkan oleh membrane berpori yang permeable terhadap pelarut (air) tetapi tidak terdapat zat terlarutnya (gula). Air berdifusi dari larutan hipotonik ke larutan hipertonik. Transport pasif air, atau osmosis, mengurangi perbedaan konsentrasi gula.

5. Dua generasi model membrane

(a) Model Davson-Danielli, yang diusulkan pada tahun 1935, seperti sandwich bilayer fosfolipid di antara dua lapisan protein. Pada mikrograf electron dari sel yang diwarnai dengan atom logam berat, membrane plasma berupa tiga lapisan, yang menunjukkan dua pita gelap ("berwarna") yang dipisahkan oleh suatu lapis tak berwarna. Ebagian besar ahli mikroskopi electron awal berasumsi bahwa zat warna itu menempel pada protein dan kepala hidrofilik fosfolipid, dan membiarkan inti hidrofobik membrane tak berwarna .



(b) Model mosaik fluida → mendispersikan protein dan mencelupkannya ke dalam bilayer fosfolipid, yang berada dalam wujud fluida. Protein membrane terdispersi dan secara individual disisipkan ke dalam bilayer fosfolipid, dan hanya daerah-daerah hidrofiliknya yangmenonjol cukup jauh dari bilayernya yang dipaparkan ke air. Pengaturan molekuler ini akan memaksimumkan kontak daerah hidrofilik protein dan fosfolipid dengan air. Menurut model ini membrane merupakan mosaic molekul protein yang terapung pada bilayer fluida yang terdiri dari fosfolipid-fosfolipid.

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP PENINGKATAN KETRAMPILAN PROSES SISWA PADA KONSEP TRANSPORTASI PADA TUMBUHAN

PROPOSAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pengganti UAS

Mata Kuliah Metode Penelitian Pendidikan

Dosen Dr. Wahidin




Disusun oleh :

Panji Suwara

(50440791)

Jurusan/Prodi/Semester

Tarbiyah/IPA-Biologi B/VI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) CIREBON

2007

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang paling indah melainkan ungkapan Bismillah sebagai pembuka segala gerak dan langkah, Alhamdulillah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT karena tiada sesuatu apapun melainkan dari pada-Nya dan hanya akan kembali menghadap kepada-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada rasulullah SAW yang yang senantiasa membawa ummatnya dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang.

Dalam kesempatan kami menyusun sebuah proposal penelitian tentang Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Peningkatan Ketrampilan Proses Siswa pada Konsep Transportasi Pada Tumbuhan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Wahidin, dosen mata kuliah Metode Penelitian Pendidikan dan pada semua pihak yang telah membantu penyusunan dan penyusunan proposal ini.

Kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat penyusun harapkan guna lebih baiknya proposal ini.

Cirebon, Juni 2007

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................. ii

Daftar Isi ............................................................................................................ iii

Bab I : Pendahuluan ................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1

B. Perumusan Masalah....................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian............................................................................ 4

D. Manfaat Penelitian......................................................................... 4

E. Kerangka Pemikiran...................................................................... 5

F. Hipotesis ...................................................................................... 6

Bab II : Tinjauan Pustaka........................................................................... 7

A. Tinjauan Umum Model Pembelajaran Inkuiri ................................. 7

B. Pendekatan Ketrampilan Proses..................................................... 9

C. Konsep Transportasi pada Tumbuhan............................................ 11

Bab III : Metode Penelitian.......................................................................... 13

A. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 13

B. Kondisi Umum Wilayah Penelitian.................................................. 13

C. Langkah- Langkah Pelaksanaan Penelitian...................................... 13

1. Sumber Data…………………………………………………. 13

2. Populasi dan Sample................................................................. 14

3. Teknik Pengumpulan Data…………………………………… 14

4. Teknik Analisis Data…………………………………………. 15

Daftar Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Fungsi dan tujuan yang harus dicapai dalam pendidikan nasional sebagaimana yang tercantum dalam UU No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II pasal 4 dikemukakan[1] :

“Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”

Tujuan pendidikan diatas masih bersifat umum dan luas. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu penjabaran, perincian dan perumusan agar dapat dioperasionalkan di dalam pembelajaran.

Inti dari proses pendidikan secara formal adalah mengajar, mengajar adalah penciptaan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar (Hisbuan dan Moedjino, 1993:3),sedangkan inti proses pengajaran adalah siswa belajar. Oleh karena itu mengajar tidak dapat dipisahkan dari belajar. Sehingga dalam proses pendidikan kita mengenal ungkapan proses belajar mengajar disingkat PBM .

Hal ini harus diperhatikan oleh seorang guru dalam proses belajar mengajar adalah bagaimana menciptakan iklim atau suasana belajar mengajar yang efektif dan kondusif serta dapat memotifasi siswa menjadi aktif untuk berkompetensi secara sehat dalam pengoptimalisasi pencapaian hasil belajar. Tugas utama guru diantaranya adalah suasana atau iklim belajar mengajar yang dapat memotivasi siswa untuk mengetahui senantiasa belajar dengan baik dan bersemangat.

Agar proses belajar mengajar berhasil baik, dalam mengajar itu memerlukan kecakapan, pemahaman inisiatif, dan kreativitas dari pihak guru. Sudah kewajiban seorang guru harus memiliki kompetensi dan profesionalisme kerja sesuai dengan disiplin ilmu yang dikuasainya. Sehingga dapat membimbing, mengarahkan siswa untuk mengetahui, memahami, dan mampu mengaplikasikan ilmu dan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari serta dapat membantu dalam pembentukan kepribadian dan intelektualitasnya.

Pada hakikatnya proses belajar mengajar memerlukan suatu cara untuk berinter aksi dengan siswa. Salah satunya adalah menggunakan model-model pembelajaran. Pada kenyataan sebagian guru hanya mampu menerapkan beberapa model pembelajaran. Padahal, untuk menunjang pembelajaran yang bermakna diperlukan penerapan berbagai variasi model pembelajaran dalam mengajar. Akan tetapi penggunaan model pembelajaran yang bervariasi tidak menguntungkan kegiatan belajar mengajar bila penggunaannya tidak tepat dengan situasi lingkungan dan kondisi psikologi anak didik.

Konsekwensi logis dari ketidak tepatan penggunaan model pembelajaran sering menimbulkan kebosanan, kurang dipahami dan monoton yang akhirnya menimbulkan siswa menjadi apatis. Oleh karena itu untuk menghindari apatisme dan kepatuhan yang terpaksa dari siswa, guru handaknya cukup cermat dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran.

Salah satu model pembelajaran yang digunakan oleh guru adalah model pembelajaran inkuiri. Model pembelajaran inkuiri ini dikembangkan berdasarkan cara berpikir yang bersifat penemuan yaitu menarik kesimpulan berdasarkan data-data yang teramati. Atas dasar ini model pembelajaran inkuiri menekankan pada pengalaman lapangan seperti mengamati gejala atau mencoba suatu proses kemudian mengambil kesimpulan. Sehingga membantu siswa mengembangkan ketrampilan intelektual dan ketrampilan-ketrampilan lainnya, seperti mengajukan pertanyaan dan menemukan (mencari) jawaban yang berawal dari rasa keingintahuan mereka.

Sedangkan model pembelajaran konvensional (ceramah) hanya menggunakan cara-cara yang sederhana dan peralatan yang sederhana juga, dalam arti penggunaan model pembelajaran yang cenderung kaku dan monoton yaitu kapur dan tutur (chalk and talk). Model Ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan komunikasi lisan (Hasibuan dan Moedjino, 1993:13). Model ceramah ekonomis dan efektif untuk keperluan penyampaian informasi dan pengertian.

Hal yang menarik bagi peneliti untuk melakukan penelitian adalah dengan mencoba membandingkan model pembelajaran inkuiri dan model pembelajar konvensioal (ceramah) untuk mengetahui adakah perbedaan prestasi belajar siswa dengan diterapkan kedua model pembelajaran tersebut pada konsep Transportasi pada Tumbuhan.

B. PERUMUSAN MASALAH

1. Identifikasi Masalah

  1. Wilayah Penelitian

wilayah kajian penelitian ini adalah model-model pengajaran.

  1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan empirik yaitu untuk membandingkan model pembelajaran inkuiri dengan model pembelajaran konvensional (ceramah) terhadap peningkatan ketrampilan proses siswa.

  1. Jenis Masalah

Adapun jenis masalah dalam penelitian ini adalah ketidak jelasan. Yakni apakah prestasi belajar siswa pada bidang studi biologi yang menggunakan model pembelajaran inkuiri lebih baik daripada siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional (ceramah).

2. Pembatasan Masalah

untuk memudahkan operasional dan menghindari kesalah pahaman serta tidak terlalu meluasnya permasalahan maka penulis akan membatasi masalahnya adalah

  1. pada meteri pokok bahasan tertentu : transportasi pada tumbuhan yang merupakan konsep yang diterapkan di kelas XI pada semester I.
  2. Bentuk model pembelajaran inkuirinya yakni melalui praktikum.
  3. Prestasi yang diukur adalah tingkat pengembangan ketrampilan – ketrampilan memproseskan perolehan khususnya mata pelajaran Biologi dalam ranah kognitif (pengetahui), ranah afektif (sikap), psikomotor (perilaku) yang diperoleh dari pre-test dan post-test.

3. Pertanyaan Penelitian

a) bagaimana penerapan model pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran biologi ?

b) bagaimana prestasi belajar siswa sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran biologi ?

c) bagaimana komparasi prestasi belajar siswa dalam menggunakan model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran konvensional (ceramah) ?

C. TUJUAN PENELITIAN

tujuan penelitian ini dimaksud untuk mengetahui dan mengkaji tentang :

a). Penerapan model pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran biologi.

b). Prestasi belajar siswa sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran biologi.

c). Komparasi prestasi belajar siswa dalam memnggunakan model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran konvensional (ceramah).

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi siswa

Ø Melatih dan mengembangkan ketrampilan proses siswa dalam memahami mata pelajaran biologi, khususnya dalam konsep transportasi pada tumbuhan.

Ø Membantu siswa mengembangkan ketrampilan intelektual dan ketrampilan-ketrampilan lainnya, seperti mengajukan pertanyaan dan menemukan (mencari) jawaban yang berawal dari rasa keingintahuan mereka.

Ø Meningkatkan pemahaman sains siswa

Ø Menjadikan siswa produktif dalam berpikir kreatif

Ø Siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi.

2. Bagi guru

Ø Memberi informasi / masukan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan ketrampilan proses siswa, khususnya mengenai konsep transportasi pada tumbuhan, sehingga dapat dicari alternatif model pembelajaran yang yang efektif dalam menyampaikan materi pada saat proses balajar mengajar.

Ø Memberi masukan bagi guru tentang pentingnya penerapan model pembelajaran inkuiri terhadap peningkatan ketrampilan proses siswa.

Ø Memperoleh alternatif bentuk pembelajaran, khususnya model pembelajaran inkuiri pada konsep transportasi pada tumbuhan, sehingga kontribusi model pembelajaran inkuiri terhadap teori ataupun sebaliknya lebih maksimal.

3. Bagi lembaga

Ø meningkatkan profesionalisme dan kompetensi guru dalam mengajar.

Ø Memperkaya alternatif model -model pembelajaran yang lebih efektif dan sesuai untuk diterapkan pada mata pelajaran tertentu.

Ø Mewujudkan inovasi –inovasi pembelajaran dalam pendidikan.

E. KERANGKA PEMIKIRAN

Sebagai cabang dari IPA, pembelajaran biologi tidak bisa hanya disampaikan hanya secara kaku, dalam arti hanya disampaikan dengan satu model pembelajaran tertentu saja, tetapi didalamnya dituntut untuk penerapan model pembelajaran lainnya yang dapat mengkondisikan siswa untuk memperoleh pengetahuan dari pengalaman belajarnya .

Dalam pembelajaran biologi siswa dituntut tidak hanya sekedar tahu (knowing) dan juga hafal (memorizing) tetapi juga dituntut untuk memahami konsep IPA. Dalam pembelajaran IPA, seharusnya siswa diajak berpetualang untuk mengadakan suatu penelitian atau eksperimen layaknya seorang ahli dan ilmuwan. Karena pembelajaran IPA erat kaitannya dengan alam, manusia, hewan, tumbuhan, jamur, virus dan bakteri. Maka untuk memahami itu semua tentunya siswa menemui beberapa kesulitan jika hanya dilakukan dengan satu model pembelajaran saja, yang kebanyakan Guru hanya menggunakan model pembelajaran ceramah saja. Disini perlu diterapkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan ketrampilan proses siswa dalam mempelajari konsep-konsep IPA (Biologi).

Indikator yang terdapat dalam Ketrampilan proses diataranya : mengobservasi/mengamati, membedakan, mengklasifikasi, membuat hipotesis, menginterprestasi, merencanakan penelitian/eksperimen, mengendalikan variabel, menyusun kesimpulan sementara (inferensi), meramalkan (memprediksikan), menerapkan (mengapikasikan), dan mengkomunikasikan.

Untuk mencapai itu semua, maka model yang paling efektif untuk diterapkan dalam upaya meningkatkan ketrampilan proses adalah model pembelajaran inkuiri, khususnya untuk konsep transportasi pada tumbuhan.

Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel X (terikat) dan variabel Y (bebas). Variabel X dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran inkuiri pada konsep transportasi pada tumbuhan, sedangkan variabel Y adalah peningkatan ketrampilan proses siswa pada konsep transportasi pada tumbuhan.

F. HIPOTESIS

Dengan melihat latar belakang dan manfaat penelitian penulis dapat merumuskan anggapan dasar sebagai berikut :

Ha : ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan model pembelajaran inkuiri dengan model pembelajaran konvensional terhadap prestasi belajar pada mata pelajaran biologi.

BAB II

TINTAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Model Pembelajaran Inkuiri

Kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam dunia pendidikan. Bisa diartikan bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar yang dilakukan siswa.

Proses belajar mengajar dapat diartikan sebagai pembelajaran. Dalam konteks pembelajaran terdapat komponen penting, diantaranya Guru dan Siswa yang saling berinteraksi. Dengan demikian pembelajaran dapat didefinisikan sebagai pengoranisasian / penciptaa / pengaturan suatru kondisi lingkungan yang sebaik-baiknya yang memungkinkan terjadinya belajar pada siswa (Kartimi, 2007:1).

Untuk mencapai kondisi yang menjadikan siswanya belajar, maka diperlukan suatu model pembelajaran. Menurut kartimi (2007:1) model pembelajaran merupakan suatu rencana mengajar yang memperlihatkan pola (tahapan kegiatan guru dan siswa dalam peristiwa pembelajaran/syntax) pembelajaran tertentu, dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan guru-siswa. Sumber belajar yang digunakan didalam mewujudkan kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya belajar pada siswa . didalam pola pembelajaran itu terdapat karakteristik berupa rentetan atau tahapan kegiatan guru-siswa dalam peristiwa pembelajaran yang dikenal dengan istilah sintaks.

Dalam model pembelajaran terdapat tahapan atau fase-fase yang membedakan setiap model pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat indrawati (dalam Kartimi, 2007:1) bahwa secara implicit dibalik tahapan pembelajaran tersebut terdapat rasional yang membedakan antara model pembelajaran yang satu dengan model pembelajaran yang lainnya dan merujuk pada teori belajar tertentu.

Menurut Liliasari (dalam Kartimi, 2007:1) ada beberapa komponen utama yan secara langsung membentuk model pembelajaran yaitu meteri subyek yang dibahas, pendidik, siswa, pendekatan, dan metode, serta alat evaluasi yang digunakan. Jika komponen tersebut terpenuhi semua, dalam arti sesuai dengan tujuan, maka penggunaan model pembelajaran tersebut akan berjalan dengan baik.

Dalam pengajaran IPA pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui model-model pembelajaran yang termasuk rumpun pemprosesan informasi, model pembelajatan ini bertitik tolak dari prinsip-prinsip pergolakan inormasi, yaitu yang merujuk pada cara-cara bagaimana manusia menangani rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi data, mengenali masalah dan mencoba mencari solusimnya , serta mengembangkan konsep-konsep dan bahasa untuk menangani masalah tersebut (Kartimi,2007:1).

Pada beberapa model pembelajaran berhubungan dengan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah, sehingga dalam belajar, siswa menekankan pada produktifitas berpikir. Salah satunya adalah model pembelajran inkuiri.

Model pembelajaran inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan cara berpikir yang bersifat penemuan, yaitu menarik kesimpulan berdasarkan data-data yang teramati. Atas dasar ini model pembelajaran inkuiri menekankan pada pengalaman lapangan seperti mengamati gejala atau mencoba suatu proses kemudian mengambil kesimpulan.

Tujuan dari model pembelajaran inkuiri adalah membantu siswa mengembangkan ketrampilan intelektual dan ketrampilan-ketrampilan lainya, seperti mengajukan pertanyaan dan menemukan/mencari jawaban yang berawal dari rasa keingintahuan mereka.

Tahapan dalam model pembelajaran inkuiri menurut Joyce (dalam Kartimi, 2007:49) meliputi :

· Fase 1: berhadapan dengan masalah

Guru menyajikan prosedur inkuiri dan menyajikan peristiwa yang membingungkan

· Fase 2: pengumpulan data yang untuk verivikasi

Menemukan sifat objek dan kondisi. Menemukan terjadinya masalah.

· Fase 3: pengumpulan data dalam eksperimen

Mengenali variable-variabel yang relevan, merumuskan hipotesis dan mengujinya.

· Fase 4: merumuskan penjelasan

Merumuskan aturan-aturan atau penjelasan-penjelasan. Siswa mencerna informasi yang berasal dari data yang terkumpul dan menjelaskan sesuai kemampuannya.

· Fase 5: menganalisis proses inkuiri

Menganalisis strategi inkuiri dan mengembangkannya menjadi lebih efektif. Guru dan siswa bekerjasama untuk mengevaluasi strategi yang telah dilaksanakan

Dari penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa penggunaan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan pemahaman sains siswa, produktifitas dalam berpikir kreatif siswa, dan siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi. Yang pada intinya akan tercapainya aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara sekaligus.

B. Pendekatan Ketrampilan Proses

Berdasarkan pengamatan terhadap kenyataan belajar mengajar yang kurang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengembangkan diri sesuai dengan taraf kemampuannya, maka perlu diadakan uji coba dengan pendekatan yang baru. Pendekatan itu menngacu pada cara belajar siswa aktif, namun bukanlah cara belajar aktif tanpa isi, tanpa pesan, tanpa rancangan, dan tanpa arah. Cara belajar siswa aktif yang dipraktekan adalah cara belajar siswa aktif yang mengembangkan ketrampilan memproseskan perolehan.

Pendekatan ketrampilan proses merupakan suatu pendekatan yang dilakukan untuk menunbuhkan potensi-potensi dan mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar yang dimiliki pada diri anak sesuai dengan taraf perkembanngan kemampuannya.

Dengan mengembangkan ketrampilan-ketrampilan memproseskan perolehan, anak akan mampu menemukan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan demikian, ketrampilan-ketrampilan menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai seluruh irama gerak atau tindakan dalam proses belajar mengajar seperti ini akan menciptakan kondisi cara belajar aktif. Inilah sebenarnya yang dimaksud dengan pendekatan proses (Conny Semiawan, dkk. 1988:18).

Dalam pendekatan ketrampilan proses, siswa diposisikan layaknya seorang ilmuwan yang sedang melakukan penelitian dan eksperimen, dari situ siswa akan mengembangkan kemampuan-kemampun dan ketrampilan-ketrampilan dasar yang dimilikinya, antara lain :

· Mengobservasi atau mengamati

· Menghitung

· Mengukur

· Mengklasifikasi

· Mencari hubungan ruang dan waktu

· Membuat hipotesis

· Merencanakan penelitian/eksperimen

· Menendalikan variable

· Menginterprestasi atau menafsirkan data

· Menyusun kesimpulan sementara (inferensi)

· Meramalkan (memprediksi)

· Menerapkan (mengaplikasikan)

· Mengkomunikasikan

Kemampuan-kemampuan atau ketrampilan-ketrampilan ini merupakan proses dalam kerja ilmiah, proses-proses ini digunakan oleh para ahli atau ilmuwan dalam kerjanya.

Dengan pendekatan ketrampilan proses ini, siswa akan lebih termotivasi untuk mengetahui dan menemui hal-hal baru dalan dirinya serta ikut aktif dalam proses belajar mengajar. Dan model pembelajaran yang sesuai untuk dipadukan dengan pendekatan ketrampilan proses ini adalah penerapan model pembelajaran inkuiri, sehingga peningkatan ketrampilan proses siswa dapat tercapai secara maksimal sesuai dengan tujuan.

C. Konsep Transportasi Pada Tumbuhan

Untuk kelangsungan hidupnya tumbuhan membutuhkan bahan-bahan atau zat-zat yang diperoleh dari lingkungannya. Zat-zat yang diperlukan ada bermacam macam meliputi air (H2O), Nutrisi yang terdiri dari unsur makro dan unsur mikro.

Konsep Transportasi Pada Tumbuhan mengandunng beberapa sub konsep yaitu : (1). Pengankutan zat /bahan melalui proses difusi, osmosis, imbibisi, dan transport aktif; (2). Penyerapan dan sistem pengangkutan air dan zat terlarut terjadi melalui pembuluh kayu (xylem), pengangkutan hasil fotosintesis dilakukan melalui pembuluh tapis (floem).

Seperti halnya manusia dan hewan, tumbuhan juga memerlukan zat-zat yang berasal dari luar untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Pada tumbuhan spermatophyta dan pteridophyta perpindahan berlangsung melalui jaringan pembuluh yang disebut translokasi.

1. Pengangkutan zat seperti air, garam mineral, nitrogen organik dan hormon melalui proses difusi, osmosis, imbibisi, dan transport aktif.

Ø Difusi merupakan perpindahan molekul atau ion dari larutan yang memiliki konsentrasi tinggi (pekat) ke larutan atau wilayah yang berkonsentrasi rendah (encer).

Ø Osmosis merupakan proses difusi air, yaitu perpindahan molekul air dari larutan yang berkonsentrasi airnya lebih tinggi (larutan encer) menuju larutan yang konsentrasi airnya lebih rendah (larutan pekat) melalui membran semipermeabel. Pada tumbuhan osmosis juga dapat didefinisikan sebagai perpindahan molekul air dari daerah yang memiliki potensial air lebih tinggi ke daerah yang potensial airnya rendah menembus membran semipermeabel (membran plasma, sitoplasma, dan tonoplasma).

Ø Imbibisi yaitu proses penyerapan molekul air dan sampai menetapnya molekul air tersebut pada imbiban.

Ø Transport aktif yaitu proses pengangkutan zat menembus membran impermeabel yang melawan gradient konsentrasi dengan bantuan energi pengaktifan dari ATP yang terdapat dalam sel.

2. Pengangkutan Ekstravaskuler dan Pengangkutan Intravaskuler pada Tumbuhan.

Ø Tumbuhan mengambil zat hara dan yang diperlukan dari lingkungannya melalui proses osmosis, difusi, imbibisi, dan transport aktif.

Ø Pengangkutan ekstravaskuler yaitu pengangkutan tanpa melalui berkas pembuluh dan jalan dari sel-sel kearah horizontal. Prosesnya dari bulu akar ke epidermis-korteks-endodermis-stele (berkas pembuluh).

Ø Apoplas adalah bergeraknya air melalui dinding sel dan perpindahan air melalui pembuluh, seperti pengangkutan air melalui xylem. Sedangkan simplas yaitu bergeraknya air melalui jalur dalam sel, yaitu sitoplasma dengan jalan menembus membran plasma dan pindah pada sel tetangga melalui plasmodesma.

Ø Pengangkutan intravaskuler ialah pengangkutan yang terjadi didalam berkas pembuluh pengangkut, baik melaului xylem maupun floem. Pengangkutan intravaskuler ini dipengaruhi oleh daya tekan akar , daya isap daun dan daya kapilaritas. Contoh pengangkutan melalui jalur intra vaskuler misalnya pengangkutan air melalui pembuluh kayu (xylem) dan pengangkkutan hasil fotosintesis melalui pembuluh tapis (floem).

3. Pengeluaran air oleh tumbuhan

a) Transpirasi adalah proses pengeluaran /hilangnya uap air dari tumbuhan melalui kutikula, stomata, dan lentisel. Uap air keluar melalui stomata yang terbuka , kutikula atau lentisel karena potensial air didalam tumbuhan (daun) lebih tinggi dan potensial air di luar (lebih rendah).

b) Faktor-faktor yang mempengaruhi transportasi antara lain, faktor dalam berupa : ukuran daun, ketebalan daun, ada tidaknya lapisan lilin, keberadaan, posisi dan bentuk stomata. Sedangkan faktor luar antara lain : suhu, kelembaban, tekanan udara, kecepatan angin dan keadaan daerah tanah.

c) Gutasi adalah pengeluaran air melalui lubang yang terdapat ditepi daun yang disebut hidatoda atau emisari.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di MAN Cirebon 1 yang beralamat dijalan Kantor Pos No.36 Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon. Penelitian ini akan dilakkukan tanggal 24 juli – 24 September 2007.

B. Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Cirebon 1 merupakan sekolah berbasis agama yang berstatus negeri dibawah pembinaan Departemen Agama. Dibawah kepemimpinan bapak Drs. Rosyadi sekolah ini mempunyai sarana yang cukup memadai, antara lain : ruang belajar siswa lengkap denngan perabotannya, laboratorium terpadu, perpustakaan dan gedung olah raga.

Sekolah ini dulunya adalah bernama Pendidikan Guru Agama (PGA), dan sekarang dirubah nama menjadi MAN Cirebon 1. dan sekarang mempunyai 960 siswa yang terdiri dari 320 siswa kelas X, 320 siswa kelas XI, dan 320 siswa kelas XII.

Sejalan dengan perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan maka setiap sekolah dituntut untuk menjalankan kurikulum yang dianjurkan oleh pemeriantah, dan MAN Cirebon 1 pun telah melaksanakannya yakni untuk kelas XI dan XII menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan untuk kelas X menggunakan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Dalam pendidikan Biologi didukung oleh guru-guru berpengelaman dan kompeten di bidangnya. Di kelas XI dibawah bimbingan Ibu Dra. Yayah.

C. Langkah-Langkah Pelaksanaan Penelitian

1. Sumber Data

1) Teoritik yaitu sumber data yang diambil dari buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan penelitian.

2) Empirik yaitu sumber data yang diambil dari data-data yang diperoleh dari objek penelitian dengan menggunakan teknik tes, observasi, wawancara, dan pembagian angket.

2. Populasi dan Sample

1). Populasi

Menurut hadawi Nawawi (dalam Mujahid, 2004 : 108) bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu didalam suatu penelitian. Hal ini sama dikemukakan oleh Nana Syaodih M. (2006: 250) bahwa populasi merupakan kelompok besar dan wilayah yang menjadi lingkup penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI MAN Cirebon 1 yang berjumlah 320 siswa.

2). Sampel

Sampel meruipakan bagian dari populasi yang diambil untuk diteliti dan hasilnya digeneralisasikan untuk populasi tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Mujahid (2004: 109) bahwa sampel adalah sebagai bagian dari populasi, sebagai contoh yang diambil dengan cara-cara tertentu. Penelitian dalam proposal ini tentang peranan model pembelajaran inkuiri sehingga pengambilan sample penelitian ini dipilih secara purposif sampling yaitu kelas XI IPA yang berjumlah 80 siswa. Kelas XI IPA I sebagai kelompok eksperimen yang diterapkan model pembelajaran inkuiri , sedangkan kelas IPA 2 sebagai kelompok kontrol yaitu diterapkan model pembelajaran konvensional (ceramah).

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah dengan observasi yaitu dengan mengisi daftar ceklis yang telah disediakan sebelumnya, wawancara dan angket untuk data kualitatif, sedangkan untuk data kuantitatif dengan tes hasil belajar.

a). Metode dan Desain Penelitian

1) Untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan maka dalam penelitian ini dipergunakan metode eksperiman.

2) Desain penelitian

Desain penelitian ini menggunakan model Desain Kelompok Kontrol Prates-Pasca Tes Beracak (Randomized Pretest-Posttest Kontrol Group Design)

Kelompok prates perlakuan pascates

A(KE) O X O

B(KK) O O

Keterangan : A (KE) = Kelompok eksperimen

B (KK) = Kelompok kontrol

X = Model pembelajaran inkuiri

Desain penelitian ini yaitu desain eksperimen dilakukan terhadap dua kelompok. Masing-masing diberi perlakuan dengan penerapan model pembelajaran. Kelompok eksperimen diterapkan model pembelajaran inkuiri, sedangkan kelompok control diterapkan model pembelajaran konvensional (ceramah). Kemudian keduanya diberi tes akhir dan hasilnya diperbandingkan.

b). Instrument Penelitian

Instrument yang digunakan untuk mendapatkan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan :

1) Tes tertulis ; berupa prates (pretest) dan pascates (posttest), dilakukan untuk mengukur prestasi belajar siswa apakah mengalami peningkatan atau tidak setelah menggunakan pembelajaran inkuiri.

2) Pedoman wawancara ; dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang pembelajaran transportasi pada tumbuhan oleh guru bidang studi biologi.

3) Angket ; digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap penggunaan model pembelajara inkuiri.

4. Teknik Analisis Data

Sebelum instrument digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu diuji cobakan. Ini dimaksudkan untuk mengetahui kesahihan dan keandalan dari instrument sebagai alat pengukur data. Adapun kriteria yang harus diujikan terhadap instrument penelitian soal tes tertulis dan angket adalah sebagai berikut :

  1. Uji Validitas

Instrument yang valid harus dapat mendeteksi dengan tepat apa yang harus diukur. Sebuah instrument dikatakan valid apabila instrument tersebut mampu mengukur suatu tujuan tertentu yang mana sejajar dengan materi serta sesuai dengan kurikulum.

Dalam menghitung validitas tiap soal, digunakan rumus korelasi Product Moment, rumusnya :

(Karno To, 1996:7)

Keterangan : rxy = tingkat validitas

X = skor tiap butir soal

Y = skor total

N = banyaknya subjek yamg di uji

∑XY = jumlah hasil penelitian antara skor X dan skor Y

Setelah mendapatkan nilai rxy maka di bandingkan dengan r tabel, jika nilai rxy lebih besar dari r tabel maka item soal dikatakan valid, dan sebaliknya.

  1. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana alat evaluasi dapat dipakai dua kali pengukuran gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konstan. Sehingga dapat digunakan sebagai pengumpul data. Instrument dikatakan memiliki reliabilitas apabila cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat ukur data. Reliabilitas soal dapat dihitung dengan menggunakan metoda belah dua ( ganjil –genap) setelah itu dilakukan pengujian dengan Product Moment menggunakan program SPSS 10.0 for Windows.

  1. Analisis Butir Soal

Analisis butir soal dapat dilakkukan dengan menghitung daya pembeda dan tin gkat kesukaran . Dalam menghitung daya pembeda digunakan rumus :

(Karno To, 1996:10)

Keterangan : DP = indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

BA = jumlah jawaban benar pada kelompok atas

BB = jumlah jawaban benar pada kelompok bawah

NA = jumlah siswa pada salah satu kelompok A atau B

Sedangka untuk menghitung tingkat kesukaran digunakan rumus :

(Karno To, 1996:11)

Keteranngan : TK = indeks tingkat kesukaran satu butir soal tertentu

BA = jumlah jawaban benar pada kelompok atas

BB = jumlah jawaban benar pada kelompok bawah

NA = jumlah siswa pada kelompok atas

NA = jumlah siswa pada kelompok bawah

Kaedah analisis butir soal :

Untuk daya pembeda :

Negative – 9% = sangat buruk, harus dibuang

10% - 10% = buruk, sebaiknya dibuang

20% - 29% = agak baik, kemungkinan perlu direvisi

30% - 49% = baik

50% - keatas = sangat baik

Untuk tingkat kesukaran :

0% - 15% = sangat sukar, sebaiknya dibuang

16% - 30% = sukar

31% - 70% = sedang

70% - 85% = mudah

86% - 100% = sangat mudah, sebaiknya dibuang

Setelah diperoleh kriteria soal yang baik dengan uji instrument soal tertulis tersebut, maka kemudian soal di validasi ahli (Pembimbing dan Guru Pamong Biologi) dan dipergunakan untuk soal pretest dan posttest.

Nilai pretest dan posttest kemudian dianalisis dengan dua cara, yaitu :

a. Uji Asumsi; yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas data.

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah sekumpulan data tergolong parasimetris atau non parasimetris dan berdistribusi normal atau tidak, sedangkan uji homogenitas adalah untuk menentukan apakah dua data berasal dari populasi dengan varian yang sama atau tidak.

b. Uji Hipotesis

dalam penelitian ini data di analisis dengan uji t yakni untuk melihat perbedaan antara siswa yang menggunakan model pembelajaran inkuiri dan yang tidak menggunakannya.

Untuk mudah menganalisis data ini, maka semua uji hipotesis dan uji asumsi dilakukan dengan menggunakan program SPSS 10.0 for Windows.

5. Skema Alur Prosedur Penelitian




DAFTAR PUSTAKA

Akhyar, Salman. 2001. Biologi SMU II. Bandunng: Grafindo Media Pratama.

Daryanto. 2005. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Hasibuan dan Maedjino. 1996. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Karno To. 1996. Mengenal Analisis Tes (Perngantar ke Program Komputer Anates). Bandung: IKIP Bandung.

Kartimi. 2007. MODUL; Model –Model Pembelajaran. Cirebon: Prodi IPA-Biologi STAIN Cirebon.

Mujahid. 2004. Macam dan Teknik Penulisan Karya Ilmiah. Cirebon: Pangger.

Purwanto, M Ngalim. 2006. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Semiawan, Conny. 1988. Pendekatan Ketrampilan Proses; bagaimana mengaktifkan siswa dalam belajar. Jakarta: Gramedia.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.





[1] M. Ngalim Purwanto, ilmu pendidikan teoritis dan praktis (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2006) hal. 36